Search
Close this search box.
Panduan Penelitian yang Melibatkan Kelompok Rentan

Apa itu kelompok rentan?

Kelompok rentan adalah individu yang tidak memiliki kemampuan membuat keputusan untuk memberikan persetujuan setelah penjelasan (PSP) secara sukarela. Kelompok rentan tergolong sebagai sub-segmen komunitas yang kurang beruntung dan membutuhkan perhatian khusus, pertimbangan khusus, dan perlindungan tambahan dalam penelitian. Ada dua jenis kelompok rentan, yaitu:

  • Subjek dengan keterbatasan kemampuan untuk membuat keputusan otonom untuk kepentingannya sendiri
  • Subjek yang mengalami paksaan dan tekanan dalam membuat keputusan karena situasi yang sedang mereka hadapi

Secara historis, kelompok rentan setidaknya mengalami satu di antara empat jenis perlakuan buruk dalam penelitian subjek manusia.

Jenis Umum Perlakuan Buruk dalam Penelitian Subjek Manusia
Jenis Perlakuan Buruk Penjelasan
Kontrol Fisik Subjek secara fisik dipaksa untuk berpartisipasi dalam penelitian. Hal ini menunjukkan tidak adanya kesukarelaan karena subjek tidak memiliki pilihan untuk berpartisipasi dalam penelitian dan berada di bawah kontrol fisik oleh peneliti.
Paksaan Penggunaan ancaman bahaya atau kuasa untuk mengontrol orang lain. Hal ini juga menunjukkan tidak adanya kesukarelaan.
Penyalahgunaan Keadaan Penyalahgunaan kepercayaan atau kuasa yang dapat mempengaruhi orang lain untuk membuat keputusan yang sebenarnya tidak diinginkan.
Manipulasi Rancangan dan pengaturan kondisi atau informasi yang bertujuan untuk mengarahkan subjek membuat keputusan yang sebenarnya tidak diinginkan. Contohnya berbohong, menyembunyikan, dan melebih-lebihkan informasi.

 

Sumber Kerentanan: Pertimbangan Situasional

Berdasarkan Pedoman Standar Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2011 (Pedoman KEPPKN), kelompok rentan didefinisikan sebagai manusia baik secara individu, dalam rumah tangga, kelompok, sosial, atau masyarakat yang secara relatif atau absolut tidak mampu melindungi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. Mereka mungkin kurang kebebasan, intelegensi, pendidikan, ekonomi, sumber daya, kekuatan, dan sifat-sifat lain yang diperlukan untuk melindungi kepentingannya sendiri.

Metode klasifikasi kerentanan ini belum mempertimbangkan situasi di mana individu mungkin rentan (seperti seseorang yang sakit keras). Sebagai tambahan, klasifikasi kerentanan berbasis kelompok tidak cukup menjelaskan ketika seorang individu memiliki banyak sumber kerentanan (misalnya, perempuan hamil di bawah umur, individu dengan penyakit mental yang juga tuna wisma, dan lainnya).

NBAC (2001) menyediakan alternatif untuk menganalisis kerentanan. NBAC melihat karakteristik individu yang mungkin mencegah mereka memberikan PSP secara sukarela. Ciri-ciri dari individu tersebut dapat digolongkan dalam enam bidang: kognitif atau komunikatif, institusional, deferential, medis, ekonomi, dan sosial.

  1. Kerentanan Kognitif atau Komunikatif

Calon subjek penelitian yang tidak dapat memahami informasi dan membuat keputusan partisipasi dalam penelitian termasuk memiliki kerentanan kognitif atau komunikatif. Kerentanan ini dapat digolongkan dalam tiga kategori. Dalam kondisi berikut, subjek mungkin tidak dapat memberi PSP untuk partisipasi dalam penelitian.

    1. Kerentanan kognitif yang berhubungan dengan kapasitas – subjek kurang memiliki kemampuan untuk membuat pilihan. Contohnya adalah anak atau orang dewasa dengan gangguan kognitif yang memengaruhi pengambilan keputusan.
    2. Kerentanan kognitif situasional – subjek memiliki kemampuan namun berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk menggunakan kemampuannya dengan efektif. Contohnya subjek yang diganggu atau saat kondisi darurat, seperti penyakit keras atau terluka.
    3. Kerentanan komunikatif – subjek memiliki kemampuan namun terjadi keterbatasan untuk berkomunikasi dengan peneliti sehingga tidak dapat menggunakan kemampuannya dengan efektif. Contohnya adalah subjek yang berbicara atau membaca dengan bahasa yang berbeda dari peneliti, atau subjek yang memiliki gangguan bicara atau kesulitan dalam membaca.
  1. Kerentanan Institusional

Calon subjek penelitian yang tunduk pada otoritas formal mungkin memiliki kerentanan institusional. Individu tersebut memiliki kemampuan kognitif untuk memberikan PSP namun tidak dapat membuat pilihan sukarela dan mungkin mengalami penyalahgunaan keadaan (atau paksaan) untuk berpartisipasi ketika mereka tidak menginginkannya. Kerentanan institusional mungkin muncul ketika subjek adalah tahanan, tamtama militer, karyawan, atau mahasiswa. Sebagai contoh, mahasiswa mungkin diharuskan untuk menjadi subjek penelitian untuk mendapatkan kredit mata kuliah atau berpartisipasi untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi. Dalam situasi tersebut, PSP telah terkompromi karena partisipasi tidak sepenuhnya bersifat sukarela. Terlebih lagi, individu-individu tersebut mungkin dieksploitasi karena status bawahan mereka.

  1. Kerentanan Deferential

Kerentanan Deferential mirip seperti kerentanan institusional, namun otoritas terhadap calon subjek cenderung bersifat informal. Hubungan kekuatan mungkin didasarkan pada jenis kelamin, ras, status finansial, atau ketimpangan dalam pengetahuan (misalnya hubungan dokter-pasien). Sama seperti kerentanan institusional, kerentanan deferential meningkatkan risiko bahaya karena PSP mungkin dapat terkompromi dan tidak sepenuhnya sukarela.

  1. Kerentanan Medis

Kerentanan medis muncul ketika calon subjek memiliki kondisi kesehatan serius yang mana tidak ada standar pengobatan. Subjek mungkin tidak dapat menimbang risiko dan potensi manfaat dari penelitian sehingga PSP mungkin dilakukan dengan pemahaman yang kurang memadai. Terlebih lagi, subjek juga berisiko dieksploitasi karena mereka mungkin menaksir manfaat terlalu tinggi. Ketika pandangan subjek terhadap peran dokter dan penelitian (dalam kasus dimana dokter yang melakukan pengobatan pasien juga merupakan peneliti) menjadi kabur atau mereka gagal membedakan antara penelitian dan pengobatan, maka kesalahpahaman tersebut akan memperburuk kerentanan medis.

  1. Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi muncul ketika calon subjek kurang beruntung dalam distribusi barang dan jasa sosial (pendapatan, perumahan, atau jasa kesehatan). Partisipasi dalam penelitian memberikan kemungkinan pembayaran, mendapatkan jasa kesehatan, atau jasa lainnya dan mendorong individu untuk berpartisipasi dalam penelitian ketika mereka mungkin tidak menginginkannya. Dorongan-dorongan untuk berpartisipasi mengganggu sifat kesukarelaan dari PSP dan meningkatkan risiko eksploitasi dalam penelitian.

  1. Kerentanan Sosial

Calon subjek yang berada dalam kelompok sosial yang dianggap rendah mungkin mengalami kerentanan sosial. Persepsi bahwa kelompok tersebut tidak bernilai untuk masyarakat dapat berakibat pada kurangnya perhatian (oleh peneliti) terhadap risiko dan beban pada kelompok tersebut sehingga meningkatkan risiko eksploitasi.

 

Ketentuan Penelitian dengan Kelompok Rentan

Panduan ini memberikan prosedur detail bagi KEP LPEM FEB UI dan peneliti dalam meninjau dan menjalankan penelitian yang melibatkan kelompok rentan.

 

Penelitian Melibatkan Anak-Anak sebagai Subjek

Anak-Anak adalah individu yang belum mencapai usia legal untuk memberikan persetujuan atas intervensi atau prosedur penelitian. Menurut hukum di Indonesia, anak-anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun (UU No 22/2002 tentang Perlindungan Anak).

Keterlibatan anak-anak dalam penelitian menimbulkan masalah etika tertentu karena ketiadaan otonomi dan ketidakmampuan mereka untuk memberikan PSP. Mereka mungkin rentan terhadap kontrol, paksaan, penyalahgunaan, dan manipulasi oleh pihak lain (misalnya orang tua atau wali, peneliti, dan guru)

Kategori penelitian yang diizinkan untuk melibatkan anak-anak sebagai subjek:

  • Penelitian tidak menimbulkan risiko yang melebihi risiko minimal;
  • Penelitian yang menimbulkan risiko yang lebih besar dari risiko minimal tetapi memiliki prospek manfaat langsung bagi anak yang terlibat dalam penelitian;
  • Penelitian yang menimbulkan risiko lebih besar dari risiko minimal dan tidak ada prospek manfaat langsung bagi anak yang terlibat dalam penelitian, tetapi berpotensi menghasilkan pengetahuan umum tentang gangguan atau kondisi subjek;
  • Penelitian tidak memenuhi kondisi di atas, tetapi berpotensi dapat memahami lebih dalam, mencegah, atau meringankan permasalahan yang mempengaruhi kesehatan atau kesejahteraan anak-anak.

Protokol:

Protokol 1: Penelitian tidak menimbulkan risiko yang melebihi risiko minimal.

Untuk menyetujui kategori penelitian ini, KEP LPEM memastikan persyaratan sebagai berikut:

  • Penelitian ini memiliki risiko yang tidak melebihi risiko minimal bagi anak-anak;
  • Peneliti mampu menyediakan dokumen untuk memperoleh persetujuan dari anak-anak dan izin dari orang tua atau wali mereka.

Protokol 2: Jika penelitian menimbulkan risiko yang lebih besar dari risiko minimal tetapi memiliki prospek manfaat langsung bagi anak yang terlibat dalam penelitian.

Penelitian yang masuk ke dalam kategori ini hanya dapat disetujui oleh KEP apabila:

  • Risiko yang muncul sebanding dengan manfaat yang mungkin diterima oleh subjek;
  • Manfaat yang mungkin diterima oleh subjek dari prosedur penelitian ini paling tidak sama menguntungkan dengan manfaat yang diterima jika menggunakan pendekatan alternatif
  • Peneliti mampu menyediakan dokumen untuk memperoleh persetujuan dari anak-anak dan izin dari orang tua atau wali mereka.

Protokol 3: Jika penelitian menimbulkan risiko lebih besar dari risiko minimal dan tidak ada prospek manfaat langsung bagi anak yang terlibat dalam penelitian, tetapi berpotensi menghasilkan pengetahuan umum tentang gangguan atau kondisi subjek.

Penelitian yang masuk ke dalam kategori ini hanya dapat disetujui oleh KEP apabila:

  • Risiko yang muncul hanya menunjukkan peningkatan kecil di atas risiko minimal;
  • Intervensi atau prosedur yang diberikan sesuai dengan situasi medis, psikologis, sosial, atau pendidikan yang melekat pada subjek;
  • Intervensi atau prosedur yang diberikan berpotensi menghasilkan pengetahuan umum tentang gangguan atau kondisi subjek yang sangat penting untuk memahami atau memperbaiki gangguan atau kondisi subjek;
  • Peneliti mampu menyediakan dokumen untuk memperoleh persetujuan dari anak-anak dan izin dari orang tua atau wali mereka.

Protokol 4: Jika penelitian tidak masuk ke dalam kategori yang diizinkan, tetapi berpotensi dapat memahami, mencegah, atau meringankan permasalahan yang mempengaruhi kesehatan atau kesejahteraan anak-anak.

Penelitian yang masuk ke dalam kategori ini hanya dapat disetujui jika konsultasi dengan panel ahli dari berbagai bidang memutuskan:

  • Penelitian tersebut ternyata masuk ke dalam kategori 1, 2, dan 3, atau:
  • Penelitian ini memiliki potensi untuk lebih memahami, mencegah, atau menanggulangi masalah serius yang mempengaruhi kesehatan atau kesejahteraan anak;
  • Penelitian akan dilakukan sesuai dengan prinsip etika yang baik;
  • Peneliti mampu menyediakan dokumen untuk memperoleh persetujuan dari anak-anak dan izin dari orang tua atau wali mereka.

Persetujuan Anak

Peneliti harus meminta persetujuan anak, kecuali jika KEP memutuskan:

  • Anak-anak yang terlibat (sebagai kelompok atau individu) tidak mampu memberikan persetujuan, mengingat usia, kedewasaan, atau keadaan mental mereka;
  • Penelitian memiliki prospek manfaat langsung yang penting bagi anak dan hanya mungkin didapatkan melalui prosedur penelitian ini; atau
  • Penelitian ini melibatkan keadaan yang memungkinkan tidak diperlukannya izin dari orang dewasa sekali pun.

Izin dari Orang Tua atau Wali

  • Penelitian yang melibatkan anak-anak harus mendapatkan izin dari setiap orang tua atau wali.
  • Jika penelitian yang dilakukan menggunakan Protokol (1) atau Protokol (2), peneliti hanya memerlukan izin dari satu orang tua.
  • Jika penelitian yang dilakukan menggunakan Protokol (3) atau Protokol (4), kedua orang tua harus memberikan izin.
  • Jika KEP memutuskan bahwa izin orang tua atau wali bukan persyaratan yang relevan untuk melindungi subjek (misalnya, anak-anak terlantar atau dilecehkan), maka izin tidak diperlukan selama terdapat mekanisme yang sesuai untuk melindungi subjek.

Butir Pedoman 13 KEPPKN 2011 tentang Pengikutsertaan Subjek Anak-Anak:

Sebelum memulai penelitian yang mengikutsertakan anak-anak, peneliti harus memastikan bahwa:

  • Penelitian tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan hasil yang sama baik pada orang dewasa
  • Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pengetahuan sesuai kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan anak
  • Orang tua atau wakil sah secara hukum telah memberikan persetujuan untuk setiap anak
  • Persetujuan (assent) setiap anak telah diperoleh bila dinilai anak tersebut sudah mampu membuat keputusan sendiri

 

Penelitian Melibatkan Tahanan sebagai Subjek

Tahanan berarti setiap orang yang secara paksa dikurung atau ditahan di lembaga pemasyarakatan. Menurut hukum Indonesia, tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditahan oleh penyidik, jaksa penuntut umum, atau hakim (UU No. 8/1981 tentang KUHAP). Tahanan mungkin mengalami paksaan karena berada di bawah kontrol regulator. Mereka juga mungkin mengalami penyalahgunaan keadaan karena mereka mungkin ingin berpartisipasi dalam penelitian untuk meningkatkan keberadaan mereka atau menerima pembebasan bersyarat.

Tahanan berada di dalam keterbatasan karena pemenjaraan mereka dapat memengaruhi kemampuan dalam membuat keputusan yang sukarela dan tanpa paksaan terkait partisipasi mereka sebagai subjek penelitian.

Penelitian yang Diizinkan untuk Melibatkan Tahanan sebagai Subjek:

  • Studi mengenai penyebab, efek, dan proses penahanan dan perilaku kriminal;
  • Studi mengenai penjara sebagai struktur kelembagaan atau tahanan sebagai orang yang dipenjara;
  • Penelitian mengenai kondisi khusus yang memengaruhi tahanan sebagai suatu kelompok (misalnya, uji coba vaksin, penelitian tentang hepatitis—yang jauh lebih lazim di penjara daripada di tempat lain; dan penelitian tentang masalah sosial atau psikologis seperti alkoholisme, kecanduan narkoba, dan pelecehan seksual);
  • Penelitian mengenai praktik yang memiliki tujuan dan prospek untuk meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan subjek.

Protokol:

KEP dapat menyetujui penelitian yang melibatkan tahanan hanya jika seluruh syarat berikut terpenuhi:

  • Manfaat dari partisipasi tahanan dalam penelitian tidak boleh melewati batas yang dapat memengaruhi kemampuan tahanan dalam menilai risiko yang mungkin muncul;
  • Risiko yang ditimbulkan oleh penelitian ini sebanding dengan risiko yang mungkin diterima oleh relawan yang bukan tahanan jika penelitian dilakukan di luar penjara;
  • Prosedur pemilihan subjek di dalam penjara berlaku adil untuk semua tahanan dan bebas dari intervensi otoritas penjara atau tahanan.
  • Informasi disajikan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh subjek;
  • Peneliti harus memberikan jaminan dan menginformasikan dengan jelas bahwa partisipasi tahanan dalam penelitian tidak akan berpengaruh pada keputusan mengenai pembebasan bersyarat;
  • Jika penelitian membutuhkan prosedur lanjutan setelah penelitian, peneliti harus menginformasikan hal tersebut kepada subjek dan menyiapkan dokumen yang memadai untuk melakukan prosedur tersebut, dengan mempertimbangkan variasi masa tahanan masing-masing subjek.

 

Penelitian Melibatkan Perempuan Hamil, Janin, dan Bayi sebagai Subjek

Kehamilan mencakup periode waktu dari implantasi hingga persalinan. Seorang perempuan dapat dianggap sedang hamil jika Ia menunjukkan tanda-tanda kehamilan, seperti menstruasi yang terlewat sampai hasil tes kehamilan menunjukkan negatif atau sampai Ia melahirkan. Janin merupakan hasil pembuahan dari implantasi sampai melahirkan. 

Beberapa jenis penelitian melibatkan prosedur yang berpotensi membahayakan bayi yang belum lahir atau perempuan hamil. Oleh karena itu, perempuan hamil harus dimasukkan sebagai kelompok yang diberikan perlindungan khusus.

Protokol:

Wanita hamil atau janin dapat dilibatkan dalam penelitian jika semua kondisi berikut bisa terpenuhi:

  • Studi praklinis yang mengikuti kaidah ilmiah telah dilakukan dan data untuk menilai potensi risiko bagi ibu hamil dan janin telah tersedia.
  • Risiko pada janin hanya disebabkan oleh intervensi atau prosedur yang diberikan saat penelitian;
  • Jika tidak ada prospek manfaat langsung bagi janin atau ibu hamil, maka risiko tidak boleh melebihi risiko minimal dan penelitian bertujuan untuk pengembangan pengetahuan penting yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain;
  • Setiap risiko yang mungkin muncul merupakan risiko yang paling kecil untuk mencapai tujuan penelitian;
  • Tidak ada insentif, baik dalam bentuk uang atau bentuk lainnya, yang ditawarkan untuk mengakhiri kehamilan;
  • Individu yang terlibat dalam penelitian tidak akan berperan dalam pengambilan keputusan mengenai waktu, metode, atau prosedur yang digunakan untuk mengakhiri kehamilan;
  • Individu yang terlibat dalam penelitian tidak berperan dalam menentukan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir.

PSP Penelitian Melibatkan Perempuan Hamil, Janin, dan Bayi sebagai Subjek

  • Setiap penelitian yang memiliki maupun tidak memiliki manfaat langsung bagi perempuan hamil dan/atau janin memerlukan persetujuan dari ibu dari janin.
  • Jika penelitian memiliki prospek manfaat langsung hanya bagi janin, maka diperlukan persetujuan dari ibu dan ayah dari janin tersebut. Akan tetapi, ketentuan ini tidak berlaku apabila ayah tidak dapat memberikan persetujuan karena ketidakhadiran (dalam hidup perempuan hamil dan janin), tidak kompeten atau tidak berkapasitas memberikan PSP, atau kehamilan merupakan hasil dari pemerkosaan atau inses.
  • Setiap individu yang memberikan persetujuan diberi tahu sepenuhnya tentang risiko yang dapat terjadi pada janin atau neonatus.

Butir Pedoman 15 KEPPKN 2011 tentang Pengikutsertaan Subjek Perempuan Hamil:

Sebelum memulai penelitian dengan mengikutsertakan perempuan hamil sebagai subjek penelitian:

  • Peneliti harus memastikan bahwa penelitian tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan hasil yang sama baiknya pada perempuan yang tidak sedang hamil atau pada laki-laki.
  • Penelitian ditujukan untuk memperoleh pengetahuan sesuai kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan perempuan hamil dan janinnya.
  • Peneliti juga perlu meyakinkan KEP bahwa penelitian itu tidak membahayakan perempuan dan janinnya dengan menyertakan bukti-bukti yang dapat dipercaya.
  • Peneliti atau sponsor juga perlu memahami budaya, keyakinan, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat terkait kesehatan perempuan di tempat penelitian dilakukan.
  • Persetujuan diperoleh dari perempuan hamil setelah peneliti memberikan penjelasan yang cukup tentang risiko dan manfaat yang mungkin timbul untuk dirinya dan janinnya serta manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan terkait kesehatan dan kesejahteraan perempuan hamil dan janinnya.
  • Peneliti dan sponsor harus menjamin pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan perempuan hamil dan janinnya dengan memberikan fasilitas layanan kesehatan dan pendukung lainnya yang layak selama penelitian dan sampai melahirkan dengan aman

 

Subjek dengan Keterbatasan Penglihatan dan Pendengaran

Individu yang termasuk ke dalam kelompok ini tidak dapat membaca formulir persetujuan dan materi instruksi atau mendengar jawaban atas pertanyaan peneliti.

Protokol:

  • Ketika individu dalam kelompok ini menjadi subjek dalam penelitian, semua informasi dan komunikasi harus diberikan dengan cara yang dapat dimengerti oleh subjek.
  • Orang yang tidak dapat membaca atau melihat harus diberikan deskripsi lisan tentang semua prosedur, persyaratan, potensi risiko, dll.
  • Bagi orang yang tidak dapat mendengar, semua komunikasi harus diberikan secara tertulis atau melalui bahasa isyarat, atau dengan cara lain yang dapat dimengerti oleh subjek.
  • Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) harus dibuat dengan jelas dan dapat dipahami subjek.
  • Jika persetujuan diperoleh secara lisan, peneliti harus mengajukan pembebasan persyaratan dokumentasi PSP dengan mengisi form berikut: Formulir Pembebasan Persyaratan Dokumentasi PSP.

 

Subjek dengan Gangguan Kognitif

Subjek dengan gangguan kognitif membutuhkan perlindungan khusus karena keterbatasan mereka dalam membuat keputusan. Kelompok ini termasuk individu yang mengalami gangguan mental, menderita penyakit Alzheimer, koma, dll.

Protokol:

  • Subjek harus diwakili oleh pihak ketiga yang berwenang (orang tua, wali, kerabat terdekat, dll.) yang dapat mewakili kepentingan subjek;
  • Pihak ketiga harus merupakan orang yang paling mungkin memahami situasi subjek dan bertindak sesuai dengan kepentingan subjek;
  • Peneliti harus berkomunikasi selengkap mungkin dengan subjek maupun pihak ketiga;
  • Jika memungkinkan, komunikasi harus dilakukan segera sebelum investigasi dimulai untuk meningkatkan kemungkinan subjek akan memahami dan mengingat apa yang telah dia sepakati;
  • Jika memungkinkan, lembar PSP harus ditandatangani oleh subjek dan pihak ketiga yang berwenang;
  • Pihak ketiga yang mewakili subjek dapat mengikuti perkembangan penelitian.

 

Kerentanan Akibat Penyakit Kritis

Kerentanan pada kelompok dengan penyakit kritis dan situasi di mana penelitian darurat mungkin disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik (seperti berkurangnya kapasitas subjek dalam pengambilan keputusan dan berkurangnya kapasitas subjek untuk memberikan PSP) dan faktor-faktor situasional (seperti kondisi paksaan atau penyalahgunaan keadaan).

Bahkan jika subjek potensial dapat mengerti dan berkomunikasi dengan baik, kesukarelaan keputusan mereka dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, seperti dalam penelitian darurat. Jika dokter yang mengobati juga memiliki peran peneliti, hal ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan keadaan pada keinginan berpartisipasi individu dalam suatu penelitian.

 

Kerentanan Akibat Penyakit Terminal (Penelitian pada Akhir Hidup)

Individu dengan penyakit terminal bersifat rentan karena gangguan kognitif dan fisik, yang mungkin semakin parah saat mendekati kematian.

Ancaman terhadap kesukarelaan mungkin muncul akibat keinginan yang kuat untuk menghilangkan rasa sakit dan penderitaan sehingga menimbulkan risiko eksploitasi. Keinginan untuk menyenangkan pengasuh juga mungkin sangat menonjol. Sebagai tambahan, risiko dan manfaat yang sangat penting bagi pasien di ambang kematian mungkin sangat sulit untuk ditentukan. Dengan kata lain, tujuan individu dan persepsi terhadap beban dan risiko mungkin berubah secara signifikan saat beliau mendekati kematian.

 

Kerentanan Akibat Ketidakmampuan Membuat Keputusan

Ketidakmampuan membuat keputusan dapat muncul dari berbagai jenis faktor intrinsik dan situasional serta tidak terbatas pada individu dengan diagnosis kejiwaan. Ketidakmampuan mengambil keputusan harus dinilai dalam konteks informasi yang harus dimengerti dan sifat dari keputusan yang harus diambil.

Ketidakmampuan membuat keputusan dapat muncul karena penyakit stroke dan gangguan sistem saraf pusat, trauma, pengobatan medis, dan penyalahgunaan obat-obatan. Dalam beberapa kasus, gangguan pengambilan keputusan dapat muncul melalui disabilitas.

Ketidakmampuan membuat keputusan seringkali dibarengi dengan faktor-faktor situasional yang membatasi kebebasan berpendapat dan kemampuan memahami sifat dan dampak dari partisipasi penelitian. Contoh-contohnya adalah:

  • Stigma
  • Kurangnya cakupan asuransi kesehatan
  • Kurangnya edukasi
  • Diskriminasi
  • Institusionalisasi
  • Tunawisma
  • Kurangnya akses perumahan

 

Kerentanan Akibat Cacat Fisik

Cacat fisik dapat menyebabkan berkurangnya partisipasi dalam masyarakat karena disabilitas tersebut membatasi aktivitas kehidupan (Equal Opportunity for Individuals with Disabilities 2009). Kurangnya partisipasi dalam masyarakat dapat mengakibatkan kerentanan karena faktor intrinsik (seperti keterbatasan fisik yang dialami individu) atau faktor situasional (seperti kurangnya akomodasi bagi individu dengan disabilitas).

Faktor-faktor intrinsik seperti keterbatasan salah satu indera (misalnya penglihatan) dapat menyebabkan keinginan kuat untuk berpartisipasi dalam penelitian yang mungkin memberikan potensi manfaat kepada subjek. Hal ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan keadaan. Sebagai tambahan, faktor-faktor situasional dalam desain penelitian dapat mengarah pada kerentanan. Contohnya, tidak memberikan PSP dengan Braille kepada individu dengan gangguan penglihatan atau kebutaan dapat merusak sifat kesukarelaan dari PSP.

 

Kerentanan Akibat Keterbatasan Ekonomi atau Marginalisasi Sosial

Individu dengan keterbatasan ekonomi adalah mereka dengan kekurangan sumber daya untuk dirinya sendiri atau keluarganya, dan mengalami kesulitan tertentu karena perbedaan dan ketimpangan dalam masyarakat di tempat tinggal mereka. Faktor-faktor situasional ini dapat memengaruhi atau membatasi kesukarelaan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Individu yang secara sosial termarginalisasi adalah mereka yang kurang memiliki pengaruh dalam masyarakat atau termarginalisasi karena alasan yang dibangun secara sosial (seperti ras, agama, atau penyakit). Individu yang secara sosial termarginalisasi seringkali kurang akses pada organisasi sosial seperti sistem legal.

Potensi penyalahgunaan keadaan atau manipulasi lebih tinggi pada subjek-subjek ini. Contohnya, prospek mendapatkan kompensasi uang untuk berpartisipasi pada penelitian dapat secara signifikan memengaruhi keinginan untuk berpartisipasi dan mendorong subjek untuk menerima risiko bahaya yang lebih dari seharusnya. Individu dengan keterbatasan ekonomi mungkin juga akan berpartisipasi pada penelitian kesehatan karena mereka mungkin dapat memperoleh akses kesehatan yang tidak biasanya didapatkan tanpa partisipasi dalam penelitian.

 

Kerentanan Akibat Hierarki Sosial

Struktur hierarki sosial ditemukan dalam situasi-situasi di masyarakat. Contohnya adalah individu yang dirawat di rumah sakit, panti jompo, murid, karyawan, tahanan, tentara, personil militer, atau dalam beberapa kasus kelompok etnis (seperti populasi pribumi).

Struktur hierarki memiliki potensi untuk menciptakan isu yang terpusat pada kuasa/kontrol, paksaan, penyalahgunaan keadaan, dan manipulasi. Individu dengan hierarki “lebih tinggi” memiliki kemampuan untuk menggunakan kuasa atau kontrol atas individu lain (bawahan) dengan cara tertentu. Contohnya adalah:

  • Direktur program yang mencari partisipasi penelitian dari penduduk yang mereka awasi
  • Anggota fakultas yang merekrut mahasiswa yang sedang diajar
  • Komandan yang mencari partisipasi penelitian dari tentara atau personil militer yang melapor kepada mereka melalui rantai komando

 

Kerentanan Akibat Status Orientasi Seksual Minoritas

“Orientasi seksual minoritas” adalah frasa yang mencakup status lesbian, gay, biseksual, dan transgender serta mereka dengan orientasi seksual, identitas jenis kelamin dan ekspresi, atau perkembangan reproduktif yang berbeda dengan norma tradisional, masyarakat, budaya, atau fisiologi (NIH 2017). Anggota komunitas tersebut mungkin rentan terhadap diskriminasi, perundungan, kekerasan, dan prasangka buruk. Perbedaan jenis kelamin pada struktur sosial, biasanya ditujukan pada wanita, mungkin membuat salah satu jenis kelamin lebih rentan.

Individu dengan orientasi seksual minoritas menghadapi kerentanan sosial dan budaya karena banyak dari mereka yang mengalami prasangka buruk dan diskriminasi di rumah, sekolah, kantor, dan/atau konteks sosial atau organisasi karena orientasi seksual mereka. Perbedaan jenis kelamin mungkin membuat beberapa individu rentan, terutama area di mana wanita tidak memiliki hak dasar kewarganegaraan (contohnya, akses pendidikan, hak untuk menceraikan, dan hak memberikan suara). Kerentanan-kerentanan tersebut dapat meningkatkan risiko bahaya pada individu yang berpartisipasi pada penelitian, dan prospek penyalahgunaan keadaan atau manipulasi.

Prinsip kebermanfaatan, atau “tidak merugikan”, sangat penting dalam penelitian melibatkan orientasi seksual minoritas. Peneliti sosial dan perilaku harus sadar akan potensi bahaya pada peserta penelitian dan menggunakan pengamanan untuk meminimalikan potensi risiko bahaya ketika melakukan penelitian yang melibatkan kelompok tersebut.

 

Kerentanan Akibat Ketidakpastian Status Imigrasi dan Individu yang Terlibat dalam Aktivitas Ilegal

Individu atau kelompok orang yang dianggap terlibat dalam aktivitas ilegal atau imigran yang tidak didokumentasi mungkin rentan karena potensi konsekuensi dari pengungkapan status mereka. Hal ini termasuk risiko pembalasan terhadap mereka oleh orang lain atau konsekuensi hukum.

Risiko bahaya lebih tinggi pada individu seperti ini dan seringkali termasuk risiko bahaya berbasis kelompok seperti melanggar kepercayaan masyarakat yang mungkin mengakibatkan dampak negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan publik. Sebagai contoh, jika individu tidak terdokumentasi atau mereka yang terlibat dalam aktivitas ilegal takut bahwa mereka akan terekspos ketika mencari pengobatan medis, mereka mungkin tidak akan mencari pengobatan ketika mereka memerlukannya. Hal ini dapat berakibat pada peningkatan dampak negatif kesehatan pada kelompok individu tersebut.

 

Implikasi Etika Penelitian

Tiga pilar yang sering dideskripsikan pada etika penelitian (penghormatan terhadap individu, kebermanfaatan, dan keadilan) penting untuk menilai konteks populasi rentan atau partisipasi dalam penelitian. Kombinasi faktor-faktor intrinsik dan situasional yang mengakibatkan kerentanan juga menyebabkan masalah pada salah satu pilar tersebut, sehingga memerlukan perhatian oleh KEP dan tambahan pengamanan pada penelitian.

Pengambilan Keputusan yang Otonom (Penghormatan terhadap Individu)

Ada kemungkinan bahwa faktor-faktor intrinsik atau situasional individu atau kelompok dapat mengakibatkan paksaan atau penyalahgunaan keadaan. National Commission (1977) menegaskan bahwa paksaan terjadi ketika seseorang secara sengaja memberi ancaman bahaya untuk mendapatkan kepatuhan. Contohnya adalah dosen yang memberitahu mahasiswanya, “Kamu harus berpartisipasi dalam penelitian atau kamu akan gagal di kelas saya!”. Dokter yang mengancam pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian juga termasuk tindakan paksaan. Namun, definisi National Commision mungkin terlalu sempit karena paksaan tidak selalu terlihat eksplisit. Sebagai contoh, dalam kasus pasien yang berpartisipasi dalam penelitian yang dijalankan oleh dokter utamanya, pasien mungkin akan tetap takut bahwa pengobatannya tergantung pada partisipasi dan merasa takut akan retribusi (paksaan), terlepas dari apakah dokter sebenarnya berniat untuk melakukan ini..

Di sisi lain, bujukan adalah penawaran yang memengaruhi pengambilan keputusan seseorang, atau membuat seseorang melakukan hal yang tidak ingin mereka lakukan. Bujukan dan pengaruh tersebut mungkin dapat diterima atau mungkin bersifat “penyalahgunaan”. Perbedaannya tidak selalu jelas atau diterima secara umum. Menawarkan Rp 50.000 mungkin dapat diterima untuk penelitian dengan durasi satu jam; menawarkan RP 500.000, atau lebih, mungkin tidak pantas untuk durasi waktu dan beban penelitian yang sama. Secara umum, bujukan-bujukan tersebut bersifat penyalahgunaan keadaan jika mereka mengubah keputusan subjek potensial sehingga mereka tidak mempertimbangkan hubungan risiko-manfaat suatu penelitian.

Kesalahpahaman penelitian juga merupakan masalah yang dapat mengganggu pengambilan keputusan yang otonom. Bagi individu atau kelompok yang rentan, prospek manfaat langsung, baik yang nyata maupun yang dirasakan, dapat secara signifikan memengaruhi kesukarelaan individu. Hal ini dapat mendorong seseorang menerima tingkat risiko bahaya yang lebih tinggi dari yang mereka dapat terima atau percaya dengan kepercayaan palsu bahwa penelitian mungkin memberikan manfaat langsung kepada mereka.

Kebermanfaatan

Konsep kebermanfaatan dalam penelitian termasuk menimbang risiko bahaya penelitian dengan manfaatnya. Ketika melakukan penelitian yang melibatkan individu atau kelompok, dua isu yang muncul akibat risiko bahaya adalah:

  • Perubahan terhadap besarnya risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya karena kerentanan yang dialami oleh individu atau kelompok
  • Adanya risiko bahaya yang sebelumnya tidak teridentifikasi dan muncul karena kerentanan yang dialami oleh individu atau kelompok

Keadilan

Ada tiga pertimbangan yang muncul ketika menilai keadilan dalam penelitian yang melibatkan individu atau kelompok rentan.

  • Dalam beberapa jenis penelitian, kelompok rentan mungkin adalah kelompok utama yang mana penelitian dilakukan karena penelitian berfokus pada sumber kerentanan. Hal ini berarti beban penelitian yang paling berat terletak pada kelompok yang rentan. Perlu dipertimbangkan apakah hal ini juga berarti mereka yang mengalami kerentanan adalah penerima manfaat utama dari hasil penelitian. Berdasarkan konsep keadilan pada Laporan Belmont, hanya dalam kondisi tersebut penelitian dengan kelompok rentan dapat diterima.
  • Beberapa individu atau kelompok yang rentan mungkin menjadi fokus penelitian hanya karena kemudahan atau kenyamanan akses, atau karena risiko bahaya atau beban kepada mereka diremehkan, karena kelompok tersebut dinilai rendah. Hal ini adalah isu yang signifikan dan seharusnya diawasi dengan hati-hati. Ada beberapa kasus historis tahanan atau bangsal yang diteliti karena kemudahan ketika sebenarnya ada kelompok yang lebih cocok dijadikan subjek penelitian. Kasus tersebut terjadi pada kasus Penyakit Kronis Yahudi dan kasus Willowbrook. Dalam kasus tersebut, peneliti mengikutsertakan populasi yang dinilai rendah oleh masyarakat dan mudah untuk diteliti.
  • Merancang penelitian yang mengecualikan individu atau kelompok rentan dari penelitian karena komplikasi dan persyaratan tambahan untuk meneliti mereka adalah hal yang bermasalah. Dalam kasus ini, kurangnya penyertaan individu rentan mengganggu kemampuan penelitian untuk memajukan pemahaman dan ilmu pengetahuan, sekaligus mengingkari potensi manfaat penelitian.

 

Panduan untuk KEP dan Peneliti

Luasnya pandangan tentang kerentanan yang dideskripsikan dan komplikasi yang dilibatkan dalam regulasi, digabungkan dengan pendekatan logika untuk mencoba melindungi subjek, menghasilkan peningkatan kerumitan dalam peninjauan penelitian oleh KEP. Oleh karena itu, pendekatan bertahap untuk pertimbangan protokol penelitian mungkin dapat membantu.

Apakah Subjek Rentan?

Peneliti perlu mendeskripsikan secara lengkap populasi yang akan diteliti dan situasi yang akan dirasakan subjek penelitian potensial. Hal ini seharusnya dapat menjawab pertanyaan mengenai faktor intrinsik, dan juga faktor situasional yang mungkin memunculkan jenis kerentanan yang berbeda. Hal tersebut dapat membantu KEP dan peneliti untuk mengidentifikasi dengan cepat jika ada regulasi yang harus diberlakukan. Peneliti secara umum memiliki pemahaman jelas atas keadaan dan tantangan potensial yang subjek potensial hadapi. Mereka berada dalam posisi unik untuk memberikan pandangan. Ketika KEP meminta informasi tersebut, hal tersebut memfasilitasi peninjauan penelitian dan dalam keadaaan terbaik mendorong desain penelitian yang lebih baik, memperbaiki peninjauan penelitian dan proteksi subjek manusia yang lebih baik. Selain itu, peneliti dan KEP juga harus mempertimbangkan:

  • Apakah ada perbedaan kuasa antara peneliti dan subjek?
  • Apakah ada potensi faktor motivasi berlebihan pada subjek?
  • Apakah ada potensi masalah komunikasi pada subjek?
  • Apakah ada potensi masalah pengambilan keputusan pada subjek?
  • Apakah proses rekrutmen adil?
  • Apakah promosi penelitian tidak menciptakan situasi manipulasi atau penyalahgunaan keadaan?
  • Apakah ada isu ekonomi yang memengaruhi seberapa wajar kompensasi atau manfaat dapat diterima subjek?

Apakah Penyertaan Subjek Rentan Pantas?

Seperti penjelasan di atas, jika subjek potensial rentan, KEP harus memutuskan apakah penyertaan populasi tersebut pantas dilakukan. KEP harus mempertimbangkan etika/prinsip penghormatan terhadap individu (terutama proteksi individu yang kurang kemampuan pengambilan keputusan dan memerlukan perlindungan), kebermanfaatan, dan keadilan (menawarkan kesempatan adil untuk memperoleh manfaat dari partisipasi).

Menurut Pedoman KEPPKN 2011 pada Butir Pedoman 12, keterlibatan kelompok rentan dalam penelitian dapat diberikan kepantasan jika:

  1. Penelitian tidak dapat dilaksanakan dengan sama baiknya pada subjek yang tidak rentan
  2. Menghasilkan pengetahuan yang meningkatkan mutu diagnostik, pencegahan dan pengobatan untuk masalah kesehatan dan/atau kesejahteraan yang khas atau unik di kelompok populasi yang rentan itu
  3. Subjek yang rentan itu kelak akan mendapatkan akses yang layak dari hasil dan manfaat penelitian
  4. Risiko untuk subjek penelitian tidak melebihi risiko pemeriksaan rutin kesehatan atau psikologis; kecuali jika KEP mengijinkan risiko yang sedikit lebih tinggi dibanding pemeriksaan rutin (jika calon subjek penelitian tidak mampu atau tidak sanggup memberi PSP, persetujuan ikut serta sebagai subyek penelitian diperoleh dari walinya yang sah)

Apakah Perlindungan terhadap Subjek Rentan Cukup?

Jika penyertaan subjek rentan pantas dilakukan, apakah rencana penelitian (termasuk identifikasi subjek, rekrutmen, dan PSP) meminimalkan kemungkinan paksaan, penyalahgunaan kegunaan, manipulasi, dan eksploitasi? Sementara itu, apakah sudah tersedia rencana penelitian yang memaksimalkan kemungkinan PSP yang sah? Minimal, apakah proses PSP sah? Apakah informasi disediakan dengan cara yang mudah dipahami, apakah subjek mengerti detail penelitian dan hak mereka sebagai subjek penelitian, dan apakah proses PSP kondusif untuk mendapatkan kesukarelaan?

Sebagai tambahan, peneliti dan KEP harus mempertimbangkan:

  • Apakah ada akomodasi yang wajar untuk subjek disabilitas?
  • Apakah informasi diberikan kepada subjek dengan cara yang mudah dimengerti dan diakses?
  • Apakah subjek mengerti detail penelitian dan hak mereka sebagai subjek penelitian?
  • Apakah proses PSP kondusif untuk memperoleh kesukarelaan?
  • Siapa yang terlibat dalam proses PSP?
  • Apakah subjek dapat menyetujui untuk diri mereka sendiri?
  • Apakah kerentanan subjek mengharuskan perlindungan tambahan pada subjek penelitian?

Proses peninjauan yang dideskripsikan di sini adalah proses berulang. Proteksi yang cukup dapat memungkinkan penyertaan populasi yang sebelumnya dianggap terlalu rentan, atau bahkan membuat populasi sama sekali tidak rentan.

 

Unduh panduan ini: Panduan Peninjauan Penelitian yang Melibatkan Kelompok Rentan

Sumber

  • 46 Code of Federal Regulations Part 45 – Office for Human Research Protection, US Department of Health and Human Service
  • Guidelines for Selected Procedures and Populations – Committee on the Use of Humans as Experimental Subjects (COUHES), Massachusetts Institute of Technology
  • Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional – Komite Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional, Kementerian Kesehatan RI
  • UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
  • UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Umum Hukum Acara Pidana
  • WMA Declaration of Helsinki-Ethical Principles for Medical Research Involving Human Subjects-59th WMA General Assembly, Seoul, Korea, October 2008
  • CITI Training: Population in Research Requiring Additional Considerations and/or Protection
  • Guidelines for Selected Procedures and Populations – Committee on the Use of Humans as Experimental Subjects (COUHES), Massachusetts Institute of Technology
  • Vulnerability in Research: Basic Ethical Concepts and General Approach to Review (2020)
  • National Bioethics Advisory Commission (NBAC). 2001. “Ethical and Policy Issues in Research Involving Human Participants: Volume 1 – Report and Recommendations of the National Bioethics Advisory Commission.

 

 

 

id_IDIndonesian